Check out and listen our song FruitFlow "DENGARLAH" Feat. Essy Sumiko >>>
http://www.reverbnation.com/juckz

Monday, June 20, 2011

Perempuan Doktor “Nano Technology” Itu dari Sragen

Di sebuah tempat terpencil, sekira 20 km utara kota kabupaten Sragen, hidup wanita Indonesia pertama pemegang gelar doktor (Dr) dari Max Planck Institute di Jerman dalam bidang nano technology.
Lindarti Purwaningsih berdomisili di Dusun Sendangrejo RT 20 RW 7, Desa Jati, Sumberlawang, Sragen. Salah satu penelitian wanita yang baru saja genap 30 tahun ini adalah tentang alat diagnosa kanker.
“Alat diagnosa kanker tersebut memanfaatkan hasil teknologi nano yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia, sehingga hasil diagnosanya sangat akurat,” ujar Lindarti, kemarin.
Teknologi Nano adalah teknologi yang mengembangkan pembuatan berbagai alat dengan ukuran sangat kecil, yakni 10.000 mm, dengan kemampuan sangat besar dan luar biasa. Contoh pemanfaatan teknologi nano adalah kamera yang dimasukkan ke pembuluh darah sehingga mampu mendeteksi penyakit. Contoh lainnya, alat pengintai dengan ukuran sekecil lalat,  namun mampu memberikan informasi yang besar. Dengan demikian, keberadaan teknologi nano bisa digunakan dalam segala bidang baik kesehatan, pendidikan, alat tempur, maupun kepentingan lainnya.
Lajang yang menyelesaikan S1 dan S2 nya di program studi (prodi) Ilmu Kimia di Institut Teknologi Bandung ini menjelaskan, dia juga kini mengembangkan alat anti pantul terhadap sinar memanfaatkan teknologi nano. Alat tersebut diharapkan mampu menyerap sinar seperti matahari.
“Penelitian itu kini dalam proses mendapatkan hak paten. Prosesnya memang panjang,” tutur anak ketujuh dari sembilan saudara pasangan Purwoadmojo-Sumarti ini.
Lulusan SD Jati, Sumberlawang, Sragen itu melanjutkan, karena ilmu yang diperolehnya belum bisa dipraktikkan di Indonesia, dia terpaksa akan kembali ke Jerman untuk melanjutkan penelitiannya. Di Indonesia memang belum ada wadah penelitian yang memadai bagi para ilmuwan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pun masih terbatas pada riset saja.
“Saya ingin mencari wadah bagi ilmu saya ini di Indonesia. Hanya saja, biaya penelitian sangat besar. Maka untuk mewujudkan hasil ilmu, saya terpaksa harus kembali ke Jerman,” ujar Lindarti pasrah.
Kakak kandung Lindarti, Setyo Budiyarto, menambahkan, sebenarnya gelar doktor yang dicapai Lindarti bukanlah satu-satunya hal yang harus terus dibanggakan. Namun, hasil tersebut diharapkan mampu memacu warga Sragen maupun Indonesia untuk mampu mengejar pendidikan setinggi-tingignya tanpa harus takut dan ragu kendati mereka dari desa terpencil.
“Niat yang tinggi dan tekad yang keras, akan membantu kita mencapai ilmu meski kita dari desa. Selain itu, tidak harus masuk sekolah elit atau mahal. Selama ada sekolah di desa, pendidikan yang diiginkan akan tercapai, ” kata lulusan ITB ini menandaskan. (rfa)(Roso Prajoko/Global/rhs)
Sumber: OkeZone- repost by indonesiaberprestasi.web.id

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.